Gambar sampul hanya pemanis |
Cerita Rakyat dari Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang
Berdasarkan ceritera
dari mulut ke mulut secara turun temurun yang terjadi di wilayah Kecamatan
Kaliori Kabupaten Rembang, dahulu kala terdapat seorang pemuda gagah perkasa
bernama Panji Sering. Ia mempunyai seekor kerbau jantan berbulu putih. Setiap
hari kerbaunya di gembalakan bersama kerbau betina milik seorang pemuda bernama
Jaka Mada. Karena setiap hari berkumpul, akhirnya kerbau betina milik Jaka Mada
hamil dan melahirkan seekor gudel.
Karena kerbau Jaka
Mada melahirkan seekor gudel, Panji Sering bermaksud menemui Jaka Mada. Maksud
hati Panji Sering ingin meminta bagian kepada Jaka Mada atas kelahiran gudel
dari kerbau milik Jaka Mada tersebut. Panji Sering berpendapat, kerbau betina
Jaka Mada dapat melahirkan seekor gudel karena berkumpul dengan herbau jantan
miliknya. Andaikata kerbau betina Jaka Mada tidak berkumpul dengan kerbau jantan
milik Panji Sering, tidak mungkin kerbau tidak mungkin kerbau Jaka Mada mampu
melahirkan seekor gudel. Karena itu gudel tersebut harus dibagi dua. Sebagian
milik Panji Sering, sebagian lagi milik Jaka Mada.
Setelah Panji Sering
bertemu dengan Jaka Mada, maksud dan tujuan Panji Sering pun disampaikan.
Tetapi setelah Jaka Mada mendengar permintaan Panji Sering, Jaka Mada langsung
menolaknya mentah-mentah. Jaka Mada berpendapat, orang yang memelihara kerbau
betina itu kemudian kerbau betina tersebut mempunyai anak berupa gudel, tentu
yang berhak memiliki gudelnya adalah pemilik kerbau betina itu.
Karena perbedaan
pendapat tidak terselesaikan, akhirnya perselisihan antar kedua pemuda tersebut
tidak dapat dihindarkan. Teriadilah pertengkaran ramai, dan dalam pertengkaran
itu Panji Sering berhasii ditikan oleh Jaka Mada dengan cara dilimpe hingga usus
Panji Sering keluar terburai. Meski demikian Panji Sering tetap tidak mau
menyerah. Pertengkaran tetap dilanjutkan. Bahkan usus Panji Sering yang
terburai tidak dihiraukan.
Setelah beberapa
lamanya terjadi pertengkaran sengit, pertengkaran itu belum ada yang kalah dan
belum ada yang menang. Akhirnya untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat
terjadinya pertengkaran tersebut dinamakan desa JADI, yang kini termasuk
kecamatan Sumber.
Adanya pertengkaran
itu orang lain tidak ada yang berani melerai. Mereka hanya berteriak-teriak dan
berkumpul di bawah pohon bogor menimbulkan suara gaduh. Akhirnya untuk
mengenang peristiwa tersebut, tempat berkumpulnya orang yang menyaksikan
pertengkaran itu dinamakan desa Bogorrame. Sementara itu perang terus
berlangsung. Kedua belah pihak saling merangsek. Kejar-kejaran pun saling
terjadi, dan di saat terjadi kejar mengejar itu mereka saling jatuh bergulung-gulung.
Dan tempat dimana mereka berdua bergulung-gulung akhirnya tempat itu dinamakan
desa ”Megulung”.
Rupanya setelah
berhari-hari mereka saling bertempur habis-habisan, akhirnya kelelahan juga.
Oleh karena iku mereka sepakat untuk menunda pertempuran. Dan mereka _
melanjutkan pertempuran setelah beberapa hari kemudian. Tetapi kali ini
persiapan mereka untuk melanjutkan peretempuran dalam bentuk yang berbeda.
Keduanya disertai semangat yang menyala-nyala untuk menenangkan pertempuran.
Mereka beradu kekuatan dengan segala kemampuan masing-masing.
Dalam petempuran
kali ini Panji Sering merasa kewalahan. Karena itu ia memilih mundur ke arah
barat guna mengatur siasat. Namun demikian di sisi lain Jaka Mada juga tidak
mau kehilangan kesempatan, Kemanapun Panji Sering menghindar, selalu ada orang
lain yang mengejamya. Dan ternyata dalam pertempuran kali ini Jaka Mada memanfaatkan
beberapa sahabatnya guna membantu penyerangan. Kemanapun Panji Sering
menghindar, ia selalu berpapasan dengan orang-orang yang membantu Jaka Mada.
Dalam bahasa Jawa orang yang mau membantu Jaka Mada adalah nyumber. Artinya
berlangsung terus menerus. Seorang berhasil dibunuh, muncul orang lain lagi.
Begitu seterusnya hingga akhirnya Panji Sering benar-benar kewalahan dan merasa
kewalahan menghadapi beberapa orang yang membantu Jaka Mada. Dan untuk
mengenang peristiwa tersebut, setelah tempat itu dihuni oleh banyak orang
dinamakan desa ”Sumber”.
Karena Panji Sering
sudah tidak mampu menghadapi kekuatan Jaka Mada yang dibantu oleh ' banyak
temannya, Panji Sering terus menyelamatkan diri ke arah barat. Dalam
pelariannya ia dihadang oleh beberapa orang dalam keadaan berbaris. Dan untuk mengenang
kejadian tersebut, tempat itu akhirnya dinamakan dukuh ”Barisan”.
Karena Panji Sering
menjumpai banyak orang berbaris, akhirnya ia berbalik ke arah utara. Dalam
pelariannya ke arah utara ini Panji Sering melihat orang memandikan ternak
sapinya di dalam kubangan. Dalam bahasa Jawa dinamakan ngguyang sapi ing njero
kedhung. Maka untuk mengenang peristiwa tersebut, setelan tempat itu dihuni banyak
orang, tempat tersebut dinamakan desa ”Kedung Sapen” .
Panji Sering
melanjutkan pelariannya. Setelah berhari-hari hanya berlari dan berlari karena
dikejar oleh banyak orang, akhirnya Panji Sering merasa lapar. Nah di saat ia
kelaparan itulah ia melihat empol bayem yang kemudian dimakannya. Dan untuk
mengenang kejadian tersebut, tempat dimana Panji Sering memakan empol bayem itu
dinamakan desa ”Pol Bayem” .
Selesai memakan
empol bayen Panji Sering terus meminum air yang ditemukan di sekitarnya.
Selesai meminum air itulah badannya terasa sehat kembali. Ia merasakan
seakan-akan hidup kembali. Karena meminum air seadanya itulah ia merasa
memperoleh sumber kehidupan. Dalam bahasa Jawa disebut sumber urip. Maka untuk
mengenang riwayatnya, tempat tersebut dmamakan desa”Banyu Urip”.
Berikutnya Panji
Sering melanjutkan perjalannya dengan usus terburai. Tiba disuatu tempat ia
berhenti. Dan untuk mengenang perjalanan Panji Sering yang beristirahat di
tengah sawah dengan usus terburai itu tempat tersebut hingga kini dinamakan
”sawah nggawa usus”. Yaitu sawah yang menjadi bengkok Kepala Desa di desa
setempat.
Setelah beberapa
waktu beristirahat di tengah sawah, Panji Sering bermaksud mau meminta tolong
kepada sekelompok orang kampung. Tetapi oleh orang kampung Panji Sering malah
ditangkap beramai-ramai. Salah seorang di antara mereka berteriak memberi
komando untuk menangkap Panjiu Sering dengan teriakan bahasa Jawa ”kekesa!”
Artinya, ringkuslah! Maka untuk mengenang peristiwa itu tempat tersebut setelah
ramai dihuni orang dinamakan desa ”Kesa” .
Karena Panji Sering
tidak merasa bersalah tetapi akan diringkus, dengan sisa-sisa tenaganya ia
berusaha lari untuk mempertahankan diri. Dan berhasillah ia meloloskan diri.
Akhirnya ia melanjutkan perjalanan ke arah timur. Dengan sisa tenaganya ia
bersusah payah menmpertahankan keselamatannya. Tetapi bagaimanapun juga kuatnya
seseorang akhimya kelelahan juga. Dan karena lelahnya, tidak mengherankan jika
dalam perjalanan itu Panji Sering tertidur di suatu tempat.
Entah sudah berapa
lama Panji Sering tertidur, karena ia hanya seorang diri, tentu saja dalam
tidurnya itu tidak ada yang membangunkannya. Setelah matahari terbit, bahkan
sampai siang Panji Sering masih belum terbangun. Maka dalam bahasa Jawa Panji
Sering dinamakan nglengger nganti awan. Artinya tidur terlelap hingga siang
hari, dan untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat itu setelah dihuni oleh
banyak orang dinamakan desa ”Nggrawan” berasal dari kata ”nglengger nganti awan”.
Begitu terbangun
Panji Sering terkejut karena bangun tidur kesiangan, iapun terus melanjutkan
perjalanan yang akhimya mesanggrah di suatu tempat selama beberapa hari. Tempat
mesanggrah atau mondok Panji Sering tersebut hingga kini tempatnya dimakan desa
Mondok. Dan setelah mesanggrah atau mondok beberapa hari Panji Sering
melanjutkan perjalanan. Badannya yang sudah rojah-rajeh penuh luka tidak
dirasakan lagi. Ia tetap berjalan dan berjalan. Akhirnya sampailah ia pada
suatu tempat yang ada kubangan airnya atau dalam bahasa Jawa disebut kedung. Di
situ Panji Sering berhenti untuk membersihkan luka-lukanya Maka untuk mengenang
peristiwa tersebut hingga kini tempat tersebut dinamakan desa ”Kedung Sarojeh”.
Berasal dari kata “kedung tempat orang membersihkan lukanya yang rojah-rajeh”.
Selesai membersihkan
lukanya Panji Sering melanjutkan perjalanan. Akhirnya setelah merasa aman ia
hidup menetap di suatu tempat hingga akhir hayatnya. Tempat di mana Panji
Sering mengakhiri hayatnya itu hingga kini dinamakan desa SERING. Itulah kisah
perjalanan hidup Panji Sering yang ceriteranya masih dipercaya kebenarannya
oleh masarakat di wilayah kecamatan Sumber hingga sekarang secara turun-temurun.
Bagi masarakat yang hidup di era modern ini, percaya silakan, tidak percaya juga silakan. ( Oleh : Kus.YS )
No comments:
Post a Comment