Cerita Rakyat Kabupaten Rembang Panji Sering - Sentenketsu

Sentenketsu

Website review seputar info anime dan game serta novel ringan

Breaking

Thursday, July 11, 2019

Cerita Rakyat Kabupaten Rembang Panji Sering

Gambar sampul hanya pemanis

Cerita Rakyat dari Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Berdasarkan ceritera dari mulut ke mulut secara turun temurun yang terjadi di wilayah Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang, dahulu kala terdapat seorang pemuda gagah perkasa bernama Panji Sering. Ia mempunyai seekor kerbau jantan berbulu putih. Setiap hari kerbaunya di gembalakan bersama kerbau betina milik seorang pemuda bernama Jaka Mada. Karena setiap hari berkumpul, akhirnya kerbau betina milik Jaka Mada hamil dan melahirkan seekor gudel. 

Karena kerbau Jaka Mada melahirkan seekor gudel, Panji Sering bermaksud menemui Jaka Mada. Maksud hati Panji Sering ingin meminta bagian kepada Jaka Mada atas kelahiran gudel dari kerbau milik Jaka Mada tersebut. Panji Sering berpendapat, kerbau betina Jaka Mada dapat melahirkan seekor gudel karena berkumpul dengan herbau jantan miliknya. Andaikata kerbau betina Jaka Mada tidak berkumpul dengan kerbau jantan milik Panji Sering, tidak mungkin kerbau tidak mungkin kerbau Jaka Mada mampu melahirkan seekor gudel. Karena itu gudel tersebut harus dibagi dua. Sebagian milik Panji Sering, sebagian lagi milik Jaka Mada. 

Setelah Panji Sering bertemu dengan Jaka Mada, maksud dan tujuan Panji Sering pun disampaikan. Tetapi setelah Jaka Mada mendengar permintaan Panji Sering, Jaka Mada langsung menolaknya mentah-mentah. Jaka Mada berpendapat, orang yang memelihara kerbau betina itu kemudian kerbau betina tersebut mempunyai anak berupa gudel, tentu yang berhak memiliki gudelnya adalah pemilik kerbau betina itu.

Karena perbedaan pendapat tidak terselesaikan, akhirnya perselisihan antar kedua pemuda tersebut tidak dapat dihindarkan. Teriadilah pertengkaran ramai, dan dalam pertengkaran itu Panji Sering berhasii ditikan oleh Jaka Mada dengan cara dilimpe hingga usus Panji Sering keluar terburai. Meski demikian Panji Sering tetap tidak mau menyerah. Pertengkaran tetap dilanjutkan. Bahkan usus Panji Sering yang terburai tidak dihiraukan. 

Setelah beberapa lamanya terjadi pertengkaran sengit, pertengkaran itu belum ada yang kalah dan belum ada yang menang. Akhirnya untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat terjadinya pertengkaran tersebut dinamakan desa JADI, yang kini termasuk kecamatan Sumber. 

Adanya pertengkaran itu orang lain tidak ada yang berani melerai. Mereka hanya berteriak-teriak dan berkumpul di bawah pohon bogor menimbulkan suara gaduh. Akhirnya untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat berkumpulnya orang yang menyaksikan pertengkaran itu dinamakan desa Bogorrame. Sementara itu perang terus berlangsung. Kedua belah pihak saling merangsek. Kejar-kejaran pun saling terjadi, dan di saat terjadi kejar mengejar itu mereka saling jatuh bergulung-gulung. Dan tempat dimana mereka berdua bergulung-gulung akhirnya tempat itu dinamakan desa ”Megulung”. 

Rupanya setelah berhari-hari mereka saling bertempur habis-habisan, akhirnya kelelahan juga. Oleh karena iku mereka sepakat untuk menunda pertempuran. Dan mereka _ melanjutkan pertempuran setelah beberapa hari kemudian. Tetapi kali ini persiapan mereka untuk melanjutkan peretempuran dalam bentuk yang berbeda. Keduanya disertai semangat yang menyala-nyala untuk menenangkan pertempuran. Mereka beradu kekuatan dengan segala kemampuan masing-masing.

Dalam petempuran kali ini Panji Sering merasa kewalahan. Karena itu ia memilih mundur ke arah barat guna mengatur siasat. Namun demikian di sisi lain Jaka Mada juga tidak mau kehilangan kesempatan, Kemanapun Panji Sering menghindar, selalu ada orang lain yang mengejamya. Dan ternyata dalam pertempuran kali ini Jaka Mada memanfaatkan beberapa sahabatnya guna membantu penyerangan. Kemanapun Panji Sering menghindar, ia selalu berpapasan dengan orang-orang yang membantu Jaka Mada. Dalam bahasa Jawa orang yang mau membantu Jaka Mada adalah nyumber. Artinya berlangsung terus menerus. Seorang berhasil dibunuh, muncul orang lain lagi. Begitu seterusnya hingga akhirnya Panji Sering benar-benar kewalahan dan merasa kewalahan menghadapi beberapa orang yang membantu Jaka Mada. Dan untuk mengenang peristiwa tersebut, setelah tempat itu dihuni oleh banyak orang dinamakan desa ”Sumber”.

Karena Panji Sering sudah tidak mampu menghadapi kekuatan Jaka Mada yang dibantu oleh ' banyak temannya, Panji Sering terus menyelamatkan diri ke arah barat. Dalam pelariannya ia dihadang oleh beberapa orang dalam keadaan berbaris. Dan untuk mengenang kejadian tersebut, tempat itu akhirnya dinamakan dukuh ”Barisan”. 

Karena Panji Sering menjumpai banyak orang berbaris, akhirnya ia berbalik ke arah utara. Dalam pelariannya ke arah utara ini Panji Sering melihat orang memandikan ternak sapinya di dalam kubangan. Dalam bahasa Jawa dinamakan ngguyang sapi ing njero kedhung. Maka untuk mengenang peristiwa tersebut, setelan tempat itu dihuni banyak orang, tempat tersebut dinamakan desa ”Kedung Sapen” .

Panji Sering melanjutkan pelariannya. Setelah berhari-hari hanya berlari dan berlari karena dikejar oleh banyak orang, akhirnya Panji Sering merasa lapar. Nah di saat ia kelaparan itulah ia melihat empol bayem yang kemudian dimakannya. Dan untuk mengenang kejadian tersebut, tempat dimana Panji Sering memakan empol bayem itu dinamakan desa ”Pol Bayem” .
 
Selesai memakan empol bayen Panji Sering terus meminum air yang ditemukan di sekitarnya. Selesai meminum air itulah badannya terasa sehat kembali. Ia merasakan seakan-akan hidup kembali. Karena meminum air seadanya itulah ia merasa memperoleh sumber kehidupan. Dalam bahasa Jawa disebut sumber urip. Maka untuk mengenang riwayatnya, tempat tersebut dmamakan desa”Banyu Urip”. 

Berikutnya Panji Sering melanjutkan perjalannya dengan usus terburai. Tiba disuatu tempat ia berhenti. Dan untuk mengenang perjalanan Panji Sering yang beristirahat di tengah sawah dengan usus terburai itu tempat tersebut hingga kini dinamakan ”sawah nggawa usus”. Yaitu sawah yang menjadi bengkok Kepala Desa di desa setempat.

Setelah beberapa waktu beristirahat di tengah sawah, Panji Sering bermaksud mau meminta tolong kepada sekelompok orang kampung. Tetapi oleh orang kampung Panji Sering malah ditangkap beramai-ramai. Salah seorang di antara mereka berteriak memberi komando untuk menangkap Panjiu Sering dengan teriakan bahasa Jawa ”kekesa!” Artinya, ringkuslah! Maka untuk mengenang peristiwa itu tempat tersebut setelah ramai dihuni orang dinamakan desa ”Kesa” .

Karena Panji Sering tidak merasa bersalah tetapi akan diringkus, dengan sisa-sisa tenaganya ia berusaha lari untuk mempertahankan diri. Dan berhasillah ia meloloskan diri. Akhirnya ia melanjutkan perjalanan ke arah timur. Dengan sisa tenaganya ia bersusah payah menmpertahankan keselamatannya. Tetapi bagaimanapun juga kuatnya seseorang akhimya kelelahan juga. Dan karena lelahnya, tidak mengherankan jika dalam perjalanan itu Panji Sering tertidur di suatu tempat. 

Entah sudah berapa lama Panji Sering tertidur, karena ia hanya seorang diri, tentu saja dalam tidurnya itu tidak ada yang membangunkannya. Setelah matahari terbit, bahkan sampai siang Panji Sering masih belum terbangun. Maka dalam bahasa Jawa Panji Sering dinamakan nglengger nganti awan. Artinya tidur terlelap hingga siang hari, dan untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat itu setelah dihuni oleh banyak orang dinamakan desa ”Nggrawan” berasal dari kata ”nglengger nganti awan”.

Begitu terbangun Panji Sering terkejut karena bangun tidur kesiangan, iapun terus melanjutkan perjalanan yang akhimya mesanggrah di suatu tempat selama beberapa hari. Tempat mesanggrah atau mondok Panji Sering tersebut hingga kini tempatnya dimakan desa Mondok. Dan setelah mesanggrah atau mondok beberapa hari Panji Sering melanjutkan perjalanan. Badannya yang sudah rojah-rajeh penuh luka tidak dirasakan lagi. Ia tetap berjalan dan berjalan. Akhirnya sampailah ia pada suatu tempat yang ada kubangan airnya atau dalam bahasa Jawa disebut kedung. Di situ Panji Sering berhenti untuk membersihkan luka-lukanya Maka untuk mengenang peristiwa tersebut hingga kini tempat tersebut dinamakan desa ”Kedung Sarojeh”. Berasal dari kata “kedung tempat orang membersihkan lukanya yang rojah-rajeh”.

Selesai membersihkan lukanya Panji Sering melanjutkan perjalanan. Akhirnya setelah merasa aman ia hidup menetap di suatu tempat hingga akhir hayatnya. Tempat di mana Panji Sering mengakhiri hayatnya itu hingga kini dinamakan desa SERING. Itulah kisah perjalanan hidup Panji Sering yang ceriteranya masih dipercaya kebenarannya oleh masarakat di wilayah kecamatan Sumber hingga sekarang secara turun-temurun. Bagi masarakat yang hidup di era modern ini, percaya silakan, tidak percaya juga silakan. ( Oleh : Kus.YS )

No comments:

Post a Comment