Gambar sampul hanya pemanis, meski sebenarnya orangnya pahit |
Cerita Rakyat dari Kecamatan Sale Kabupaten Rembang
Kenthong yang sekarang ini kita kenal adalah sebuah pedukuhan termasuk desa Bancang Kecamatan Sale Kabupaten Rembang. Menurut ceritera dari mulut ke mulut yang diyakini kebenarannya di wilayah kecamatan Sale, dukuh Kenthong ini dahulunya merupaka sebuah desa yang memiliki cerita tersendiri yang sangat unik. Bagaimana ceitanya? Untuk mengetahui ceritera tentang asal usul munculnya dukuh Kenthong ini, tidak lepas dari ceitera tentang Ontran-ontran Naya Gimbal. Sedangkan Naya Gimbal tidak lain adalah seorang pejuang pengikut Pangeran Diponegoro yang bersikukuh menentang penjajahan Belanda di bumi Nusantara.
Sebagai pengikut Pangeran Diponegoro, setelah sang pemimpin tertangkap dan diasingkan oleh penjajah Belanda ke pulai Sulawesi, Naya Gimbal yang nama aslinya Naya Sentika itu berusaha menyelamatkan diri dari tangkapan Belanda. Dalam upaya menyelamatkan diri, ia sempat mengembara ke mana-mana, dan dalam pengembaraannya selalu meninggalkan perlakuan tersendiri yang diperingati sebagai kenang-kenangan. Sebagai seorang pejuang penentang penjajah, Naya Sentika selalu disibukkan oleh ulah perjuangan. Boleh dikata, hampir sepanjang hidupnya hanya untuk berperang dan berperang. Karena kesibukannya, sampai-sampai menyukur rambutpun tak sempat ia lakukan. Rambutnya dibiarkan memanjang tak terurus sampai berbentuk seperti gimbal. Karena itulah akhirnya Naya Sentika terkenal dengan sebutan Naya Gimbal.
Pada suatu hari Naya Sentika alias Naya Gimbal minta ijin kepada gurunya untuk kembali berperang melawan penjajah. Oleh gurunya agar Naya Gimbal memperileh kesaktian, Naya Gimbal diperintahkan untuk bertapa disebuah gunung sambil membawa genuk (tempat menyimpan air). Disaat ia bertapa, genuk yang dibawanya lubangnya harus menghadap tanah. Pesan dari sang guru, Naya Gimbal tidak boleh berhenti bertapa sebelum genuknya itu lubangnya menghadap ke atas dengan sendirinya.
Setelah beberapa lama bertapa, dan lubang genuk yang dibawanya menghadap ke atas dengan sendirinya, Naya Gimbal mengakhiri tapanya. Dan untuk mengenang perbuatan Naya Gimbal bertapa dengan cara aneh itu, tempat dimana Naya Gimbal bertapa hingga sekarang dinamakan gunung GENUK.
Setelah mengaikhiri tapanya, ia pun berjalan dengan maksud menemui orang-orang yang menjadi pengikutnya untuk diajak berperang melawan penjajah. Akhirnya setelah mencari kesana-kemari, bertemulah Naya Gimbal dengan para pengikutnya. Karena girangnya, Naya Gimbal bertemu dengan pengikutnya, mereka saling berorak kegirangan. Dan untuk memperingati kejadian yang menyenangkan tersebut, tempat itu hingga kini dinamakan gurung Surak. Terletak di sebelah selatan desa Tahunan Kecamatan Sale.
Selanjutnya, untuk melanjutkan cita-citanya menentang penjajah, agar Naya Gimbal tidak tercium keberadaannya, ia menyamar sebagai rakyat jelata. Bergabung dengan para petani untuk mengerjakan sawah. Ia menetap disebuah dukuh bersama para pengikutnya menjadi para petani. Disaat siang mereka bekerja di sawah. Tetapi jkika malam sudah mulai tiba, mereka berkumpul untuk melakukan penyerangan terhadap penguasa penjajah Belanda dan antek-anteknya.
Hal unik yang telah dilakukan oleh Naya Gimbal, agar para pengikutnya mudah berkumpul, untuk mengumpulkan pengikutnya guna menyerang penjajah Belanda, setiap malam mulai tiba, Naya Gimbal memukul kenthong sebagai pertanda bahwa pengikutnya diminta untuk berkumpul. Begitu mendengar suara kenthong dipukul, mereka yang merasa menjadi pengikut Naya Gimbal segera berkumpul di padepokan. Begitu seterusnya hingga akhirnya untuk mengenang perjuangan Naya Gimbal beserta para pengikutnya, padepokan tempat Naya Gimbal itu bermukim, setelah menjadi sebuah dukuh yang ramai dinamakan dukuh Kenthong.
Pada suatu malam, setelah para pengikut Naya Gimbal berkumpul, mereka diajak bersama-sama Naya Gimbal untuk mengusik kekuasaan para penjajah, yaitu membakar kebun tebu milik penguasa. Tentu saja ulah Naya Gimbal beserta para pengikutnya itu membuat marah Hangga Yuda, antek penjajah Belanda yang menjabat sebagai petinggi Mrayun.
Karena Hangga Yuda merasa dipercaya oleh penguasa Belanda, Hangga Yuda segera melapor atas kejadian itu kepada Wedana Pamotan. Maka berikutnya datanglah Wedana Pamotan beserta para pengikutnya untuk menangkap sang pelaku pengrusakan, yaitu sekelompok penentang penjajah yang dipimpin oleh Naya Gimbal.
Begitu merasa akan ditangkap oleh penguasa, karena Naya Gimbal bersama para pengikutnya tidak ingin konyol, mereka segera menyelamatkan diri ke arah timur. Tetapi bagi penguasa penjajah yang dipimpin oleh Wedana Pamotan, mereka ridak mau kehilangan buruannya. Karena itu, mereka segera membuat pagar betis, berkumpul untuk menunggu para buruan mereka di suatu tempat. Mereka berpikir, tentu pada suatu saat akan kembali pulang. Akhirnya berbulan-bulan lamanya mereka menunggu ditempat tersebut. Untuk mengenang kejadian itu, tempat tersebut setelah ramai dihuni orang menjadi sebuah desa yang dinamakan desa SEWEDANG. Berasal dari kata dalam bahasa Jawa SUWE anggone NGADANG, yang artinya "lama untuk menunggu".
Setelah ditunggu berbulan-bulan, Naya Gimbal bersama para pengikutnya tidak ada pulang, mereka sepakat untuk mengejar kearah timur. Pengejaran ke arah timur pun mereka lakukan. Akhirnya yang terjadi berikutnya pertempuran sengit antara pengikut Wedana Pamotan dan pengikutnya Naya Gimbal tak dapat terelakkan. Karena pengikut Naya Gimbal kalah banyak dibanding pengikut Wedana Pamotan, yang terjadi berikutnya Naya Gimbal dan para pengikutnya merasa terjepit. Dalam bahasa Jawa, KEBENTEL. Dan untuk mengenang peristiwa tersebut setelah tempat itu ramai dihuni orang, dinamakan desa KEBEN, berasal dari kata KEBENTEL yang sekarang berganti nama menjadi desa Kebonharjo Kecamatan Jatiraga Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Itulah ceritera yang terjadi secara turun-temurun dari mulut ke mulut di wilayah Kecamatan Sale Kabupaten Rembang yang hingga kini masih diakui kebenarannya. (Kus YS)
Oke, cerita rakyat Kabupaten Rembang yang menceritakan Terjadinya Desa Kenthong ini selesa. Terimakasih telah mampir, kami tunggu lagi kunjungannya di lain waktu. :D
Sebagai pengikut Pangeran Diponegoro, setelah sang pemimpin tertangkap dan diasingkan oleh penjajah Belanda ke pulai Sulawesi, Naya Gimbal yang nama aslinya Naya Sentika itu berusaha menyelamatkan diri dari tangkapan Belanda. Dalam upaya menyelamatkan diri, ia sempat mengembara ke mana-mana, dan dalam pengembaraannya selalu meninggalkan perlakuan tersendiri yang diperingati sebagai kenang-kenangan. Sebagai seorang pejuang penentang penjajah, Naya Sentika selalu disibukkan oleh ulah perjuangan. Boleh dikata, hampir sepanjang hidupnya hanya untuk berperang dan berperang. Karena kesibukannya, sampai-sampai menyukur rambutpun tak sempat ia lakukan. Rambutnya dibiarkan memanjang tak terurus sampai berbentuk seperti gimbal. Karena itulah akhirnya Naya Sentika terkenal dengan sebutan Naya Gimbal.
Pada suatu hari Naya Sentika alias Naya Gimbal minta ijin kepada gurunya untuk kembali berperang melawan penjajah. Oleh gurunya agar Naya Gimbal memperileh kesaktian, Naya Gimbal diperintahkan untuk bertapa disebuah gunung sambil membawa genuk (tempat menyimpan air). Disaat ia bertapa, genuk yang dibawanya lubangnya harus menghadap tanah. Pesan dari sang guru, Naya Gimbal tidak boleh berhenti bertapa sebelum genuknya itu lubangnya menghadap ke atas dengan sendirinya.
Setelah beberapa lama bertapa, dan lubang genuk yang dibawanya menghadap ke atas dengan sendirinya, Naya Gimbal mengakhiri tapanya. Dan untuk mengenang perbuatan Naya Gimbal bertapa dengan cara aneh itu, tempat dimana Naya Gimbal bertapa hingga sekarang dinamakan gunung GENUK.
Setelah mengaikhiri tapanya, ia pun berjalan dengan maksud menemui orang-orang yang menjadi pengikutnya untuk diajak berperang melawan penjajah. Akhirnya setelah mencari kesana-kemari, bertemulah Naya Gimbal dengan para pengikutnya. Karena girangnya, Naya Gimbal bertemu dengan pengikutnya, mereka saling berorak kegirangan. Dan untuk memperingati kejadian yang menyenangkan tersebut, tempat itu hingga kini dinamakan gurung Surak. Terletak di sebelah selatan desa Tahunan Kecamatan Sale.
Selanjutnya, untuk melanjutkan cita-citanya menentang penjajah, agar Naya Gimbal tidak tercium keberadaannya, ia menyamar sebagai rakyat jelata. Bergabung dengan para petani untuk mengerjakan sawah. Ia menetap disebuah dukuh bersama para pengikutnya menjadi para petani. Disaat siang mereka bekerja di sawah. Tetapi jkika malam sudah mulai tiba, mereka berkumpul untuk melakukan penyerangan terhadap penguasa penjajah Belanda dan antek-anteknya.
Hal unik yang telah dilakukan oleh Naya Gimbal, agar para pengikutnya mudah berkumpul, untuk mengumpulkan pengikutnya guna menyerang penjajah Belanda, setiap malam mulai tiba, Naya Gimbal memukul kenthong sebagai pertanda bahwa pengikutnya diminta untuk berkumpul. Begitu mendengar suara kenthong dipukul, mereka yang merasa menjadi pengikut Naya Gimbal segera berkumpul di padepokan. Begitu seterusnya hingga akhirnya untuk mengenang perjuangan Naya Gimbal beserta para pengikutnya, padepokan tempat Naya Gimbal itu bermukim, setelah menjadi sebuah dukuh yang ramai dinamakan dukuh Kenthong.
Pada suatu malam, setelah para pengikut Naya Gimbal berkumpul, mereka diajak bersama-sama Naya Gimbal untuk mengusik kekuasaan para penjajah, yaitu membakar kebun tebu milik penguasa. Tentu saja ulah Naya Gimbal beserta para pengikutnya itu membuat marah Hangga Yuda, antek penjajah Belanda yang menjabat sebagai petinggi Mrayun.
Karena Hangga Yuda merasa dipercaya oleh penguasa Belanda, Hangga Yuda segera melapor atas kejadian itu kepada Wedana Pamotan. Maka berikutnya datanglah Wedana Pamotan beserta para pengikutnya untuk menangkap sang pelaku pengrusakan, yaitu sekelompok penentang penjajah yang dipimpin oleh Naya Gimbal.
Begitu merasa akan ditangkap oleh penguasa, karena Naya Gimbal bersama para pengikutnya tidak ingin konyol, mereka segera menyelamatkan diri ke arah timur. Tetapi bagi penguasa penjajah yang dipimpin oleh Wedana Pamotan, mereka ridak mau kehilangan buruannya. Karena itu, mereka segera membuat pagar betis, berkumpul untuk menunggu para buruan mereka di suatu tempat. Mereka berpikir, tentu pada suatu saat akan kembali pulang. Akhirnya berbulan-bulan lamanya mereka menunggu ditempat tersebut. Untuk mengenang kejadian itu, tempat tersebut setelah ramai dihuni orang menjadi sebuah desa yang dinamakan desa SEWEDANG. Berasal dari kata dalam bahasa Jawa SUWE anggone NGADANG, yang artinya "lama untuk menunggu".
Setelah ditunggu berbulan-bulan, Naya Gimbal bersama para pengikutnya tidak ada pulang, mereka sepakat untuk mengejar kearah timur. Pengejaran ke arah timur pun mereka lakukan. Akhirnya yang terjadi berikutnya pertempuran sengit antara pengikut Wedana Pamotan dan pengikutnya Naya Gimbal tak dapat terelakkan. Karena pengikut Naya Gimbal kalah banyak dibanding pengikut Wedana Pamotan, yang terjadi berikutnya Naya Gimbal dan para pengikutnya merasa terjepit. Dalam bahasa Jawa, KEBENTEL. Dan untuk mengenang peristiwa tersebut setelah tempat itu ramai dihuni orang, dinamakan desa KEBEN, berasal dari kata KEBENTEL yang sekarang berganti nama menjadi desa Kebonharjo Kecamatan Jatiraga Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Itulah ceritera yang terjadi secara turun-temurun dari mulut ke mulut di wilayah Kecamatan Sale Kabupaten Rembang yang hingga kini masih diakui kebenarannya. (Kus YS)
Oke, cerita rakyat Kabupaten Rembang yang menceritakan Terjadinya Desa Kenthong ini selesa. Terimakasih telah mampir, kami tunggu lagi kunjungannya di lain waktu. :D
Hints : Dongeng Rakyat, Cerita Rakyat, Rembang, Kabupaten Rembang, Kebudayaan, Budaya Rembang, Cerita Rakyat Kabupaten Rembang.
No comments:
Post a Comment